Selasa, 30 Mei 2023

EUTHANASIA


KONSEP TENTANG MATI (EUTHANASIA)
Untuk dapat memahami lebih jauh timulnya masalah euthanasia,kita perlu memahami tentang konsep mati (euthanasia). Perubahan pengertian ini berkaitan dengan adanya alat - alat resusitasi, bebagai alat atau mesin penopang hidup dan kemajuan perawat dalam intensif. Dahulu apabila jantung dan paru-paru tidak berfungsi lagi, orang sudah dinyatakan mati dan tidak diperlukan lagi. Kini keadaan sudah berubah, dalam perawat intensif,jantung yang sudah berhenti dapat dipacu untuk bekerja kembali.
Bila demikian, apa yang disebut dengan mati ? Standar mati dari berhentinya jantung dan paru-paru ternyata tidak relevan lagi. Pada kerusakan otak yang berat, sejumlah fungsi organ dapat dipertahankan secara artificial. Dalam hal ini penting bagi petugas untuk memperjalas arti mati yang dapat diterima oleh masyarakat,sehingga untuk menentukan mati (secara teknis) dokter harus memiliki (secara moral) keyakinan untuk mempertemukan keduanya (moral -teknis). Untuk melihat permasalahan ini dengan baik, Kartono Mohammad mengemukakan (dikutip dari Veacth, Our Last Quest For Responsibity, Yale University Press, New Haven And London 1989) sebagai berikut :
1.       Mati sebagai berhentinya darah mengalir. Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung, organ yang memompa darah mengalir ke seluruh tubuh. Dalam peraturan pemerintah No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya jantung dan paru. Dalam kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jantung dan paru yang semula berhenti adakalahnya dapat dipulihkan kembali. Sehingga dilihat dari perkembangan teknologi, kriteria mati yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981 tersebut sebenarnya ditinjau ulang.
2.       Mati  sebagai terlepasnya nyawa dari tubuh. Pada umumnya banyak yang berasumsi bahwa nyawa terlepas dari tubuh ketika darah berhenti mengalir. Tetapi  dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang telah dikemukakan di atas, dapatkah nyawa ditarik kembali melalui teknologi resusitasi? Jika kita beranggapan bahwa sekali nyawa terlepas, manusia tidak dapat menariknya kembali, maka criteria berhentinya darah mengalir pada saat nyawa meninggalkan tubuh tidak tepat lagi.
3.       Hilannya kemampuan tubuh secara permanen (irreversible lost ability). Dalam pengertian ini, fungsi organ-organ tubuh yang mula bekerja terpadu kini berfungsi sendiri tanpa terkendali, karena fungsi pengendali (otak) sudah rusak dan tidak mampu mengendalikan lagi. Pandangan ini memang sudah sangat teknis, tetapi belum memastikan bahwa otak telah mati tetapi hanya mengatakan bahwa otak telah tidak mampu lagi untuk mengendalikan fungsi organ-organ lain secara terpadu. Pandangan ini diwarnai oleh pengalaman dalam teknologi transplantasi organ. Secara teknis medis untuk kepentingan transplantasi, memang pandangan ini memadai. Tetapi secara moral masih menjadi pertanyaan, jika organ-organ masih berfungsi, meski tidak terpadu lagi, benarkah orang tersebut sudah mati?
4.       Hilangnya Kemampuan Manusia Secara Permanen untuk Kembali Sadar dan Melakukan Interaksi Sosial. Konsep ini dikembangkan dari konsep yang ke tiga diatas, tetapu dengan penekanan nilai moral yaitu,  dengan memperhatikan fungsi manusia sebagai makhuk social. Manusia yng digambarkan oleh Henry Beecher sebagai” individu yang memiliki kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, menentukan sikap, dan mengambil keputusan dan sebagainya.. 
Konsep ini sudah tidak lagi melihat apakah organ-organ lain masih berfungsi atau tidak, tetapi apakah otaknya masih mampu atau tidak menjalankan fungsi pengendalian , baik secara jasmani maupun social. Dalam konsep ini kepentingan transplantasi tidak menjadi pertimbangan utama lagi, tetapi juga tidak dilupakan. Pengembangan kriteria mati  yang baru bagi dunia kedokteran, secara moral bukan hanya kepentigan transplantasi  saja,tepai juga untuk memastikan kapan alat-alat bantu resusitasi boleh dihentikan. Oleh karena itu, para pakar kedokteran mencari tanda-tanda baru  tentang kematian yang memenuhi criteria teknis dan criteria moral. Konsep yang paling dekat dengan konsep ini adalah konsep yang keempat karena pusat penggerak berbagai fungsi dalam tubuh manusia itu secara anatomis diketahui  terletak di batang otak, bila batang otak sudah mati, dapat diyakini manusia itu telah mati secara fisik dan social

Selasa, 14 Mei 2013

Askep TB

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TB PARU & HEMAPTOE

Pangertian
Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru.

Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999).

Faktor Resiko
 Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
 Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.
 Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
 Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.


Gejala Klinis
1. Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
2. Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3. Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
4. Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
5. Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

Pengkajian (Doegoes, 1999)
1. Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan.
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
- Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
- Mimpi buruk.
- Takikardia, takipnea/dispnea.
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2. Integritas Ego :
- Perasaan tak berdaya/putus asa.
- Faktor stress : baru/lama.
- Perasaan butuh pertolongan
- Denial.
- Cemas, iritable.

3. Makanan/Cairan :
- Kehilangan napsu makan.
- Ketidaksanggupan mencerna.
- Kehilangan BB.
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4. Nyaman/nyeri :
- Nyeri dada saat batuk.
- Memegang area yang sakit.
- Perilaku distraksi.
5. Pernapasan :
- Batuk (produktif/non produktif)
- Napas pendek.
- Riwayat tuberkulosis
- Peningkatan jumlah pernapasan.
- Gerakan pernapasan asimetri.
- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
- Suara napas : Ronkhi
- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6. Kemanan/Keselamatan :
- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
- Demam pada kondisi akut.
7. Interaksi Sosial :
- Perasaan terisolasi/ditolak.

Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.

Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
 Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
 Mendemontrasikan batuk efektif.
 Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
 Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
 Menu makanan yang disajikan habis
 Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.

DAFTAR PUSTAKA


Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC

(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC

Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

Jumat, 06 Januari 2012

PEDOMAN UNTUK PELAKSANAAN PERUBAHAN


Untuk terlaksananya suatu perubahan maka hal-hal tersebut dibawah ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan.
1.  Keterlibatan
Tidak ada satu orangpun mengetahui semuanya. Oleh karena itu menghargai pengetahuan dan kemamouan orang lain serta melibatkannya dalam perubahan merupakan langkah awal kesuksesan perubahan. Orang akan mau bekerja sama dan memeruma pembaharuan kalau mereka menerima suatu informasi tanpa ancaman dan bermanfaat bagi dirinya.
2. Motifasi
Orang akan terlibat aktif dalam pembaharuan kalau mereka termotifasi.motivasi tersebut akan timbul jika apa yang sudah dilakukan bermanfaat dan dihargai.
3. Perencanaan
Perencanaan ini termasuk dimana system tidak bisa berjalan secara efektif, dan perubahan apa yang harus dilaksanakan.
4. Legitimasi
Setiap perubahan harus mempunyai aspek legal yang jelas, siapa yang melanggar dan dampak apa yang secara administrative harus diterima olehnya.
5. Pendidikan
Perubahan pada prinsipnya adalah pengulangan belajar atau pengenalan cara baru agar tujuan dapat tercapai.
6. Manajemen
Sebagai agen pembaharu hrus menjadi model dalam perubahan dengan adanya keseimbangan antara kepemimpinan terhadap orang dan tujuan/pridoksi yang harus dicapai.
7. Harapan
Berbagai harapan harus ditekankan oleh agen pembaharu: hasil yang berbeda dengan sebelumnya direncanakan terselesaikannya masalah-masalah di institusi, Dan kepercayaan dan reaksi yang positif dari staf.
8. Asuh (nurturen)
Bombing dan dukungan staf dalam perubahan. Orang memerlukan suatu bimbingan dan perhatian terhadap apa yang telah mereka lakukan termasuk konsultasi terhadap hal-hal yang bersifat pribadi.
9. Percaya
Kunci utama dalam pelaksanaan perubahan adalah berkembangnya rasa percaya antar tim. Semua yang terlibat harus percaya kepada agen penbaharu dan agen pembaharu juga harus percaya kepada staf yang terlibat dalam perubahan.

KONSEP PERUBAHAN dlm KEPERAWATAN

A. Pengertian Perubahan
Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi statis yang bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada.
Banyak definisi tentang berubah, dua diantaranya yaitu :
1.  Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya ( Atkinson,1987)
2.  Berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau instuisi ( Brooten, 1987 )
Perubahan bisa terjadi setiap saat dan merupakan proses yang dinamik serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan. Namun dengan berubah terjadi ketakutan, kebingungan, kegagalan dan kegembiraan. Setiap orang dapat memberikan perubahan pada orang lain. Merubah orang lain bisa bersifat implisit dan eksplisit atau bersifat tertutup dan terbuka. Kenyataan ini penting khususnya dalam kepemimpinan dan manajemen. Pemimpin secara konstan mencoba menggerakkkan sistem dari satu titik ke titik lainnya untuk memecahkan masalah. Maka secara konstan pemimpin mengembangkan strategi untuk merubah orang lain dan memecahkan masalah.

B. Macam – macam Perubahan
a.  Perubahan ditinjau dari sifat proses:
1.  Perubahan bersifat berkembang
Mengikuti proses perkembangan yang ada baik pada individu, kelompok atau masyarakat secara umum.
2.  Perubahan bersifat spontan
Dapat terjadi karena keadaan memberikan respon tersendiri terhadap kejadian yang bersifat alami yang diluar kehendak manusia yang tidak dapat diramalkan/ diprediksikan sehingga sulit untuk diantisifasi.
3.  Perubahan bersifat direncanakan          
Sifat perubahan satu ini dilakukan bagi individu, kelompok atau masyarakat imgin mengadakan perubahan kearah yang lebih maju atau mencapai tingkat perkembangan yang lebih baik dari keadaan yang lebih baik.

C. Jenis dan Proses Perubahan
Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direcanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan, sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah peribahan yang direncanakan dan dipiikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya suatu tujuan yang jelas. Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat karena suatu ancaman. Untuk alasan tersebut, perawat harus dapat mengelola perubahan.